Ada kelebihan yang
baru kusadari tersemat dalam kepribadianku. Saya ahli dalam menghilang, pergi
dan hilang kontak. Ntah kebetulan atau tidak ponsel saya hampir selalu berganti
setahun atau 1,5 tahun sekali. Tidak, bukan karena saya mengikuti teknologi
atau mungkin cukup mampu untuk membeli ponsel keluaran terbaru. Sejujurnya,
dalam hidup saya, saya hanya pernah sekali membeli ponsel dengan uang tabungan
saya sendiri. Selebihnya? Saya mendapatkan ponsel itu gratis sebagai “warisan
keluarga”. Pergantian ponsel itu ntah mengapa menggiring saya untuk berganti
nomor kontak juga. Dan? Sudah dipastikan kontak2 yang sebelumnya saya miliki
lenyap. Jadilah lubang hitam hitam yang menciptakan jarak antara saya dengan
masa lalu—atau orang – orang yang ada di masa lalu saya. Mungkin hanya beberapa
orang saja yang masih “terhubung” dengan saya. Namun semakin lama mereka
semakin jauh atau mungkin saya yang menjauh. Baik sengaja maupun tidak sengaja.
***
Mungkin bukan hanya
itu saja, saya selalu menganggap diri saya berbeda. Mungkin bukan dalam arti
istimewa. Namun saya telah terbiasa dengan kata “tidak sama dengan yang lain”,
dalam artian bahwa saya belum mencapai batas normal yang mungkin sebagian besar
orang telah sepakati bersama sebagai kebiasaan yang umum. –Meskipun batas
normal setiap orang bisa saja berbeda—hal hal demikian yang membuat saya menyimpan
gen untuk menarik diri dari khalayak ramai. Dan lebih menikmati waktu
kesendirian walaupun tanpa makna, terasa hampa dan bingung. Saya mencoba
melupakan apa yang terjadi di “dunia sungguhan” ini dengan menutup mata dan
melupakan semua yang terjadi. Melupakan masalah yang saya hadapi sekaligus
orang – orang yang kusebut dengan khalayak ramai. Hari berganti hari, setiap
hari saya mengulanginya. Bermisi untuk cepat menjalani hari di siang hari dan
kemudian cepat lelap di malam hari untuk melupakan semuanya. Bahkan ketika
fajar datang.. rasanya saya tak ingin keluar dari perasaan nyaman melarikan
diri dari “dunia sungguhan” sungguh sejujurnya saya tidak ingin hadapi. Tapi waktu
terus berjalan, dan semua yang dimulai pasti ada akhirnya. Saya harus
menjalaninya agar bisa mengakhirinya. –satu hari dan berhari hari lamanya- Saya
hanya percaya bahwa aka nada titik balik dimana saya akan bersemangat lagi
dalam menjalani hidup.
Seseorang pernah
berkata “ jangan takut dengan sesuatu yang telah dimulai, karena setiap
permulaan pasti ada akhirnya. Namun khawatirlah pada sesuatu yang belum pernah
dimulai”
Ternyata dominasi
dari menutup diri, menarik diri dan mulai tidak berempati terhadap apapun,
membuat saya secara tidak langsung “mati” dalam artian kehilangan selera hidup.
Kesalahan kedua adalah ketika saya menyadari saya bukan seorang alim dalam
agama sehingga apa yang saya lakukan bukanlah Zuhud-atau menjauhi kesenangan
dunia demi mencapai ketenangan batin lewat pendekatan dengan Tuhan. Namun saya
juga merasa jauh dengan Tuhan. Saya merasa telah banyak noda hitam dalam hati
saya, mungkinkah hati saya juga telah mati? Pertanyaan yang berulang kali saya ajukan, mengapa saya hampir tidak peduli sesuatu akan berjalan benar ataupun tidak.
Dan akankah saya
temukan arti diri saya, Apa yang saya inginkan dalam hidup ini, apa alasan yang
menjadikan saya bertahan untuk menjalani hidup setiap harinya. Alasan terkuat
untuk tidak lagi melarikan diri. Karena tak ada tempat untuk berlari.
Hidup haruslah
hebat, harus kuat karena memang seperti itulah bagaimana hidup, bukan sekedar
untuk bernafas dan menjalaninya tanpa arti, mimpi dan keyakinan yang terus
dibangun setiap harinya. Dan setiap hal yang telah dilalui, akan memberikan
petunjuk mengenai pertanyaan – pertanyaan untuk menemukan jati diri yang
sesungguhnya.
Satu amanah telah
hampir selesai, bersiaplah untuk amanah yang baru.
No comments:
Post a Comment
Your comment please....