Pages

Saturday, November 19, 2016

Persiapan untuk menerima amanah baru.




Ada kelebihan yang baru kusadari tersemat dalam kepribadianku. Saya ahli dalam menghilang, pergi dan hilang kontak. Ntah kebetulan atau tidak ponsel saya hampir selalu berganti setahun atau 1,5 tahun sekali. Tidak, bukan karena saya mengikuti teknologi atau mungkin cukup mampu untuk membeli ponsel keluaran terbaru. Sejujurnya, dalam hidup saya, saya hanya pernah sekali membeli ponsel dengan uang tabungan saya sendiri. Selebihnya? Saya mendapatkan ponsel itu gratis sebagai “warisan keluarga”. Pergantian ponsel itu ntah mengapa menggiring saya untuk berganti nomor kontak juga. Dan? Sudah dipastikan kontak2 yang sebelumnya saya miliki lenyap. Jadilah lubang hitam hitam yang menciptakan jarak antara saya dengan masa lalu—atau orang – orang yang ada di masa lalu saya. Mungkin hanya beberapa orang saja yang masih “terhubung” dengan saya. Namun semakin lama mereka semakin jauh atau mungkin saya yang menjauh. Baik sengaja maupun tidak sengaja.
***


Mungkin bukan hanya itu saja, saya selalu menganggap diri saya berbeda. Mungkin bukan dalam arti istimewa. Namun saya telah terbiasa dengan kata “tidak sama dengan yang lain”, dalam artian bahwa saya belum mencapai batas normal yang mungkin sebagian besar orang telah sepakati bersama sebagai kebiasaan yang umum. –Meskipun batas normal setiap orang bisa saja berbeda—hal hal demikian yang membuat saya menyimpan gen untuk menarik diri dari khalayak ramai. Dan lebih menikmati waktu kesendirian walaupun tanpa makna, terasa hampa dan bingung. Saya mencoba melupakan apa yang terjadi di “dunia sungguhan” ini dengan menutup mata dan melupakan semua yang terjadi. Melupakan masalah yang saya hadapi sekaligus orang – orang yang kusebut dengan khalayak ramai. Hari berganti hari, setiap hari saya mengulanginya. Bermisi untuk cepat menjalani hari di siang hari dan kemudian cepat lelap di malam hari untuk melupakan semuanya. Bahkan ketika fajar datang.. rasanya saya tak ingin keluar dari perasaan nyaman melarikan diri dari “dunia sungguhan” sungguh sejujurnya saya tidak ingin hadapi. Tapi waktu terus berjalan, dan semua yang dimulai pasti ada akhirnya. Saya harus menjalaninya agar bisa mengakhirinya. –satu hari dan berhari hari lamanya- Saya hanya percaya bahwa aka nada titik balik dimana saya akan bersemangat lagi dalam menjalani hidup.

Seseorang pernah berkata “ jangan takut dengan sesuatu yang telah dimulai, karena setiap permulaan pasti ada akhirnya. Namun khawatirlah pada sesuatu yang belum pernah dimulai”

Ternyata dominasi dari menutup diri, menarik diri dan mulai tidak berempati terhadap apapun, membuat saya secara tidak langsung “mati” dalam artian kehilangan selera hidup. Kesalahan kedua adalah ketika saya menyadari saya bukan seorang alim dalam agama sehingga apa yang saya lakukan bukanlah Zuhud-atau menjauhi kesenangan dunia demi mencapai ketenangan batin lewat pendekatan dengan Tuhan. Namun saya juga merasa jauh dengan Tuhan. Saya merasa telah banyak noda hitam dalam hati saya, mungkinkah hati saya juga telah mati? Pertanyaan yang berulang kali saya ajukan, mengapa saya hampir tidak peduli sesuatu akan berjalan benar ataupun tidak. 


Dan akankah saya temukan arti diri saya, Apa yang saya inginkan dalam hidup ini, apa alasan yang menjadikan saya bertahan untuk menjalani hidup setiap harinya. Alasan terkuat untuk tidak lagi melarikan diri. Karena tak ada tempat untuk berlari.
Hidup haruslah hebat, harus kuat karena memang seperti itulah bagaimana hidup, bukan sekedar untuk bernafas dan menjalaninya tanpa arti, mimpi dan keyakinan yang terus dibangun setiap harinya. Dan setiap hal yang telah dilalui, akan memberikan petunjuk mengenai pertanyaan – pertanyaan untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya.

Satu amanah telah hampir selesai, bersiaplah untuk amanah yang baru.

No comments:

Post a Comment

Your comment please....